Relokasi sementara pedagang Pasar Bendungan ke pasar darurat harus
dilakukan secara serentak. Jika tidak, pedagang yang nantinya bersedia
dipindah lebih dahulu khawatir akan merugi karena sepi pembeli.
Pernyataan itu disampaikan Sukarni, seorang pedagang Pasar Bendungan yang menjadi korban kebakaran pada pertengahan April lalu. Menurutnya, lokasi pasar darurat yang relatif jauh dari jalan raya bisa membuat masyarakat enggan datang untuk berbelanja.
Meski begitu, dia mengaku tetap bersedia direlokasi sembari menunggu Pasar Bendungan direnovasi. Namun, semua pedagang harus kompak agar tidak terjadi kesenjangan.
Sukarni tidak mau jika nanti masih ada sebagian pedagang yang berjualan di sekitar Pasar Bendungan. “Orang beli pasti memilih yang dekat. Jadi kalau tidak semuanya ikut [relokasi], nanti takutnya jadi tidak laku di sana [pasar darurat],” ucap Sukarni, Senin (6/6/2016).
Hal senada juga diungkapkan pedagang lain, Sri Rohani. Dia berpendapat, pemerintah harus tegas saat melakukan relokasi, terlebih jika ada pihak tertentu yang membandel. “Kalau hanya sebagian yang pindah, nanti yang di sana tidak laku karena terpencil,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kulonprogo, Hamam Cahyadi mengatakan, Pemkab Kulonprogo harus benar-benar meyakinkan semua pedagang agar bersedia direlokasi ke pasar darurat.
Jika nantinya masih ada pedagang yang bertahan di sekitar Pasar Bendungan, hal itu bisa menimbulkan berbagai persoalan, seperti kesenjangan sosial antar pedagang.
Namun, Pemkab Kulonprogo juga harus memastikan kelayakan kualitas bangunan pasar darurat. Pembangunan Pasar Bendungan diperkirakan baru dimulai pada tahun 2018 sehingga pasar darurat setidaknya harus layak ditempati hingga dua atau tiga tahun mendatang.
Area pasar darurat juga mesti dilengkapi dengan pagar untuk menjamin keamanan penyimpanan barang dagangan pedagang, tanda petunjuk menuju lokasi dari pinggir jalan raya, hingga sistem drainase yang memadai. “Jangan sampai nanti suasana pasar jadi tidak sehat dan bersih dan membuat pengunjung tidak tertarik datang,” kata Hamam. (harianjogja.com)
Pernyataan itu disampaikan Sukarni, seorang pedagang Pasar Bendungan yang menjadi korban kebakaran pada pertengahan April lalu. Menurutnya, lokasi pasar darurat yang relatif jauh dari jalan raya bisa membuat masyarakat enggan datang untuk berbelanja.
Meski begitu, dia mengaku tetap bersedia direlokasi sembari menunggu Pasar Bendungan direnovasi. Namun, semua pedagang harus kompak agar tidak terjadi kesenjangan.
Sukarni tidak mau jika nanti masih ada sebagian pedagang yang berjualan di sekitar Pasar Bendungan. “Orang beli pasti memilih yang dekat. Jadi kalau tidak semuanya ikut [relokasi], nanti takutnya jadi tidak laku di sana [pasar darurat],” ucap Sukarni, Senin (6/6/2016).
Hal senada juga diungkapkan pedagang lain, Sri Rohani. Dia berpendapat, pemerintah harus tegas saat melakukan relokasi, terlebih jika ada pihak tertentu yang membandel. “Kalau hanya sebagian yang pindah, nanti yang di sana tidak laku karena terpencil,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kulonprogo, Hamam Cahyadi mengatakan, Pemkab Kulonprogo harus benar-benar meyakinkan semua pedagang agar bersedia direlokasi ke pasar darurat.
Jika nantinya masih ada pedagang yang bertahan di sekitar Pasar Bendungan, hal itu bisa menimbulkan berbagai persoalan, seperti kesenjangan sosial antar pedagang.
Namun, Pemkab Kulonprogo juga harus memastikan kelayakan kualitas bangunan pasar darurat. Pembangunan Pasar Bendungan diperkirakan baru dimulai pada tahun 2018 sehingga pasar darurat setidaknya harus layak ditempati hingga dua atau tiga tahun mendatang.
Area pasar darurat juga mesti dilengkapi dengan pagar untuk menjamin keamanan penyimpanan barang dagangan pedagang, tanda petunjuk menuju lokasi dari pinggir jalan raya, hingga sistem drainase yang memadai. “Jangan sampai nanti suasana pasar jadi tidak sehat dan bersih dan membuat pengunjung tidak tertarik datang,” kata Hamam. (harianjogja.com)